Thursday, 8 May 2014

Resume Teori Kognitif

Buku               :   “Psikolinguistik Pembelajaran Bahasa Arab”
Pengarang       :   Prof. Dr. Abdul Aziz bin Ibrahim el-Ushaili
Penerjemah     :   H. M. Jailani Musni, Lc. MA.
Penerbit          :   Humaniora Press
Tebal               :   153 Halaman
1.      Teori Kognitif dan Hipotesis Universal Dalam Pemerolehan Bahasa
Menurut Noam Chomsky, bahasa adalah sistem kaidah yang sangat dalam dan rumit. Dengan kedalaman dan kerumitannya itu, bahasa mengajak seseorang untuk memahami kalimat-kalimat dalam jumlah yang tidak terbatas, walau pun belum pernah ia mendengar atau menggunakan kalimat itu aebelumnya. Sedangkan dalam grammar atau tata bahasa-dalam metode ini-bukanlah mempelajari sekelompok contoh-contoh kalimat dari suatu bahasa. Grammar merupakan sistem yang berdiri sendiri di dalam akal si penutur bahasa yang diperolehnya semasa kecil. Dalam hal ini, fungsi teori bahasa adalah menyingkap tentang sistem ini yang dinamakannya kompetensi bahasa, lawan dari performansi bahasa.
Pandangan Chomsky ini tidak berarti hanya menolak karakteristik bahasa dan cara menganalisis kaum strukturis dalam hal penafsiran bahasa. Tetapi, Chomsky juga menolak semua teori dan pandangan yang berhubungan dengan teori structural. Mereka menolak semua teori yang digunakan untuk melihat karakteristik bahasa, metode analisis yang digunakan, penafsiran cara pemerolehannya, termasuk cara mempelajari dan mengajarkannya.
Pembicaraan tentang hipotesis universal dalam pemerolehan bahasa (the universal hypothesis in language acquisition)-bahasa ibu atau bahasa kedua-sebenarnya adalah pembicaraan tentang faktor-faktor internal, seperti factor kodrati atau bawaan lahir, factor kognitif, dan factor-faktor lainnya, lawan dari faktor-faktor eksternal, seperti input bahasa. Para pendukung hipotesis ini memandang bahwa input bahasa, baik sendirian maupun didukung oleh faktor-faktor kognitif nonlinguistic-tidak akan cukup untukl menafsirkan pemerolehan bahasa. Mereka juga menegaskan peranan utama bagi pembawaan bahasa (fitrah lughawiah) dan kaiidah universal.
Berdasarkan fakta-fakta ini, Chomsky berkesimpulan bahwa harus ada dasar-dasar atau asas-asas kognisi bahasa yang mengontrol pemerolehan bahasa ini. Dengan begitu, pemerolehan bahasa akan berjalan dengan baik dan teratur, yang tidak diperlukan oleh manusia, tetapi hanya dalam batas minimal dari input bahasa dan dalam batas kecerdasan yang minimal pula. Asas-asas ini-seperti yang Chomsky katakana-hendaknya universal; artinya sesuatu yang umum bagi semua orang atau semua bangsa di dunia. Chomsky menambahkan bahwa penutur bahasa-dengan bantuan kaidah universal ini, dan dengan jumlah input bahasa yang terbatas-akan mampu membuat kalimat bahasa itu dalam jumlah yang tidak terbatas. Ia juga dapat menentukan benar salahnya kalimat tersebut. Chomsky tidak saja menekankan pentingnya hubungan antara kaidah-universal dan pemerolehan bahasa ibu tetapi ia juga menganggap sangat penting. Alasannya, itulah salah satunya solusi terhadap apa yang ia namakan sebagai problematika-logika (logical problem) dalam pemerolehan bahasa.
Masalah logical problem ini dijelaskan oleh penganut aliran kognitif. Anak dengan sendirinya akan sampai pada kaidah bahasanya, tanpa memerlukan orang yang dapat mengajarkannyatentang mana kaidah yang benar dan salah. Hal ini berkaitan dengan masalah lain yang hampir semua penganut aliran kognitif-kodrati menyepakatinya. Masalah yang dimaksud adalah bahwa input bahasa yang anak-anak dapatkan pada fase pemerolehan bahasa tidak bisa menutupi semua unsur bahasa. Jika demikian halnya, faktor lain yang harus ada yang dengannya akan menghalangi anak untuk jatuh pada hipotesis-hipotesis yang salah sekitar bahasa. Chomsky memandang bahwa factor ini adalah sesuatu yang ada di dalam diri anak tersebut. Factor itulah yang membimbingnya untuk membuat kaidah bahasa, dan menjauhkannya dari hipotesis-hipotesis yang salah. Factor itu pula yang akan menjaganya dari hal-hal yang menjadikannya berlaku serampangan dalam mencapai kaidah itu. Factor yang dimaksud, menurut Chomsky  adalah kodrat (fitrah) bahasa. Inilah factor yang mengontrol kaidah universal tersebut kepada diri anak dengan perantaraan kotak ilusi hitam. Di duga keberadaan kotak ini ada di otak manusia, yang ia namakan instrument pemerolehan bahasa”.
Sistem kaidah tak bertanda (unmarked rules). Para linguis mendefinisikan kaidah-tak-bertanda ini sebagai “kaidah alami atau universal yang sederhana atau tidak sulit” dan mayoritas bahasa di dunia memiliki kesamaan dengannya. Kaidah ini menurut pendirinya, diperoleh lebih awal, dan tidak memerlukan input bahasa, kecuali dalam batas minimal. Bahkan anak-anak pun tidak memerlukan orang yang membimbingnya untuk menunjukkan keberadaannya didalam bahasa. Adapun kaidah-bertanda didefinisikan sebagai “kaidah yang sulit, dan bukan alami, atau universal”, yang tidak ada di dalam mayoritas bahasa di dunia, tetapi hanya pada bahasa tertentu. Para penganut pendapat ini telah memperkirakan bahwa kaidah ini sulit diperoleh, bahkan ia tidak bisa diperoleh, kecuali pada fase terakhir dari usia anak-anak, setelah mereka memiliki input bahasa (kosa kata) dalam jumlah yang banyak; dan setelah ia mengetahui kaidah tersebut secara berturut-turut dan langsung pada bahasa yang diperolehnya.

2.      Teori Kognitif dan Metode Pengajaran Bahasa Asing
Istilah teori kognitif sebenarnya tidak terbatas pada teori-teori kognitif psikologi, tetapi menyeluruh, dan juga mencakup semua teori bahasa modern. Keseluruhan metode ilmu bahasa (linguistik) berubah secara mendasar sejak akhir tahun 1950-an di abad 20 yang lewat, yakni sejak munculnya Yoseph Greenberg, Chomsky, Baker Bunker dan yang lainnya dari ahli bahasa yang beraliran psikologi, peduli terhadap studi bahasa sebagai fenomena khusus bagi manusia, dan kemampuan batin yang ia bawa sejak lahir, bukan karena unsur-unsur dan bentuk structural serta tingkah laku yang di dapat dengan jalan meniru dan mengikuti. Karena itu bahasan tentang kompetensi bahasa serta strukturnya bagi penutur bahasa tersebut atau pembelajar bahasa, serta masa-masa pembentukannya, adalah lebih penting daripada bahasan tentang struktur bahasa itu.
Sementara itu, teori kognitif termasuk teori generatif-transformasi-telah memberikan hasil yang tiada bandingnya, karena ia mengingatkan kita terhadap masalah-masalah penting dan mendasar seputar karakteristik bahasa, metode analisisnya, dan metode pemerolehannya. Teori generatif-transformasi ini juga meragukan hasil metode-metode yang di dasarkan pada asas tingkah laku struktural. Teori generatif-transformasi menyerang prinsip dasar teori. Teori inni menyatakan bahwa belajar itu terlaksana dengan jalan stimulus-responss-conditioning (pembiasaan), pengulangan dan reinforcement (penguat). Teori ini, sebaliknya menolak bahwa pembelajaran bahasa itu hanya pembentukan kebiasaan tingkah laku. Ia juga menolak pemikiran bahwa manusia dilahirkan dengan keadaan akal bagaikan kertas putih, dan lingkunganlah yang mempengaruhinya. Sebagai gantinya, teori generatif-transformasi mengajak untuk melihat bahasa sebagai fenomena khusus bagi manusia, dan kemampuan akalnya yang luar biasa itu. Bahasa itu diperoleh dengan bakat atau kemampuan bawaan (isti’dat fithri). Pemerolehan bahasa itu juga ditentukan oleh kaidah-kaidah universal. Dalam hal ini, manusia memiliki kesamaan padanya, sekalipun berbeda bahasa dan budayanya.
Metode baru ini mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap metode-metode pembelajaran bahasa. Tetapi pengaruh tersebut tidak langsung dan tidak satu arah, seperti halnya dua metode terdahulu. Bahkan, metode ini hanya tampak dalam bentuk kaidah dan konsep dasar bahasa dan psikologi, sebaliknya, ia menyalahi kaidah dan konsep-konsep dasar teori behaviorisme. Agaknya, factor penyebabnya adalah karena para penganut aliran kognitif ini-secara umum-dan penganut aliran generatif-transformasi-secara khusus-belum bersemangat untuk mempraktikkan teori-teori dan hasil kajiannya itu terhadap pemerolehan dan pembelajaran bahasa asing.
Pandangan psikologi koognitif ini terhadap belajar sepakat dengan pandangan para penganut aliran teori kognitif-generatif-transformasi. Mereka melihat bahwa bahasa adalah tingkah laku yang berdasarkan kaidah (rule-governed behavior), mereka juga tunduk kepada kaidah universal. Berdasarkan pengertian kognitif dalam pemerolehan bahasa ini, dan pandangan fungsional bahasa menurut para penganut  aliran kognitif; trend pembelajaran bahasa asingmendapatkan bentuknya sendiri sebagai metode pembelajaran bahasa yang dikenal dengan nama pendekatan kognisi (cognitive approach). Pendekatan ini bertujuan untuk membentuk kompetensi bahasa dengan benar terhadap anak didik. Pendekatan ini menyerupai pembentukan kompetensi penutur asli dari segi kemampuannya untuk memahami kaidah dengan pemahaman yang menjadikannya mampu membuat frasa-frasa dan kalimat-kalimat yang jumlahnya tak terbatas. Frasa dan kalimat itu belum pernah ia dengar sebelumnya, dan tidak pernah pula ia melatihnya agar dengannya ia mampu berkomunikasi dengan baik secara alami.
Para penganut pendekatan atau metode ini berpendapat bahwa tujuan ini tidak mungkin terlaksana kalau belajar itu tidak memiliki makna bagi siswa. Padahal, pembelajar harus memiliki fungsi atau makna, sebagai pengganti dari menghafal bentuk-bentuk dan acuan-acuan bahasa (frasa atau kalimat yang disusun sedemikian rupa untuk dijadikan sebagai acuan dalam menyusun kalimat, pent.) dan mengulang-ulangnya. Tetapi, untuk mewujudkan syarat ini, syarat-syarat lainnya harus tercukupinya, antara lain: 1) belajar bahasa hendaknya mencakup empat kemahiran atau keahlian (mendengar, mengucap, membaca, dan menulis, pent.); 2) memperhatikan perbedaan kemampuan intelegensi di antara siswa; karena setiap pembelajar memiliki kemampuan yang berbeda-beda antara satu dan lainnya.
Pendekatan kognitif tidak terikat dengan pola tertentu dalam pembelajaran bahasa, tetapi harus mengembangkan setiap metode atau media yang baik untuk menyampaikan pengetahuan atau memahami sebuah kaidah. Karena itu, guru bisa saja berpendapat bahwa menyimpulkan suatu pengertian ataui kaidah (metode deduktif) adalah metode yang berhasil dalam interaksi dengan tipe pembelajar dan dalam kondisi tertentu. Guru juga bisa berpendapat bahwa metode yang paling utama adalah metode induktif terhadap tipe pembelajar dan kondisi yang lain pula.
Penamaan metode kognitif (cognitive method) oleh sebagian peneliti, sesungguhnya, adalah penamaan yang kurang cermat, kecuali yang mereka maksud metode tersebut adalah mengumkan lafal kulli (umum) atas juz’I (bagian-bagian). Sebenarnya, metode ini termasuk kedalam himpunan beberapa metode, antara lain; metode penyelesaian dengan symbol kognitif (metode pemahaman), atau metode belajar kognitif (cognitive code learning). Ini adalah metode yang dikenal pada awal revolusi terhadap metode aural-oral (mendengar dan mengucap), tetapi masih belum berbentuk metode yang terpadu dan sempurna. Meskipun Chomsky tidak mengklaim bahwa pandangan dan teorinya itu mempunyai hubungan langsung dengan pengajaran bahasa asing, tetapi ia menjadi awal bagi era baru. Didalamnya ada kemandirian yang sebenarnya bagi teori-teori pengajaran bahasa asing. Pendapatnya ini berpengaruh kuat terhadap bidang bahasa. Bahkan ia berhasil mengubah diri menjadi topic dan masalah hangat yang dibahas oleh peneliti,.
Hymes berpendapat bahwa pengertian kompetensi menurut Chomsky adalah penegrtian yang tidak sempurna. Alasannya, pengertian itu tidak mencakup kompetensi bahasa (linguistic competensi). Ia juga memisahkan bahasa dari masyarakat pengguna bahasa itu sendiri. Hymes mengakui adanya kompetensi bahasa ini, tetapi ia menambahnya dengan kompetensi lain yang ia namakan kompetensi komunikasi (communicative competence). Kompetensi bahasa-menurut Hymes-adalah kaidah bahasa; sedangkan kompetensi komukasi adalah upaya mengetahui metode-metode dan kaidah komukasi.
Istilah kompetensi ini semakin berkembang di kalangan para ahli bahasa menjadi empat bagian:
1.      Kompetensi tata bahasa (grammatical competence)-kemampuan untuk mengetahui kaidaha-kaidah bahasa: fonetik, morfologi, sintaksis, dan semantik; serta kemampuan mengetahui kosa kata bahasa.
2.      Kompetensi komukasi (discourse competence)-kemampuan membentuk pembicaraan yang mempunyai makna, baik lisan maupun tulisan secara gradual-berangsur-angsur, bersambung dan saling terkait
3.      Kompetensi bahasa berhubungan dengan sosial kemasyarakatan (sosiolinguistic competence)-kemampuan mengetahui kaidah dan budaya masyarakat dalam komunikasi bahasa.
4.      Kemampuan strategi (Strategic competence)-kemampuan membuat dan menerapkanmetode dan media, baik verbal maupun non-verbal yang membantu penutur ketika mendapatkan kesulitan dalam menyampaikan pesan kepada penerima pesan.
Hasil dari kajian kompetensi komunikasi-yang membedakan kompetensi komunikasi dan kompetensi bahasa; dan membaginya menjadi empat kompetensi yang telah disebutkan tadi-terbentuklah beberapa metode kognitif. Metode ini berpandangan bahwa para siswa hendaknya diajak untuk berpikir dan pentingnya peranan berpikir dalam aktifitas pembelajaran. Metode ini juga menghimbau para guru agar dalam mengajakan bahasa hendaknya berangkat dari komunikasi fungsional.
Title: Resume Teori Kognitif; Written by chepy.mz; Rating: 5 dari 5

No comments:

Post a Comment