Dalam pembuatan hadits dhaif supaya kita mengerti bagaimana
pengertian hadits dhaif. Disini diterangkan bahwa hadits dhaif adalah hadits
yang lemah, disebabkan karna gugurnya rawi, cacat pada rawi dan matannya, dalam
pembahasan ini kita dapat mengetahui bagaimana hadits yang dhaif, maudhu atau
hadits yang shahih.
Hadits dhaif ini banyak macam ragamnya oleh karena
itu kita harus lebih memahami tentang hadits dhaifnya. Kemudian tentang
kehujahan hadits dhaifini dapat diamalkan secara mutlak yang berkaitan dengan
masalah halal dan haram, kewajiban dengan syarat tidak ada hadits lain,
kemudian dipandang baik mengamalkan hal-hal yang dianjurkan dan neninggalkan
hal-hal yang dilarang.
A. Pengertian
Hadits Dha’if
Menurut bahasa dha’if berarti ‘Aziz:
yang lemah sebagai lawan dari Qawiyyu yang artinya kuat.
Sedang menurut istilah, Ibnu Shalah
memberikan definisi :
ما لم
يجمع صفات الصحيح ولاصفات الحسن
Artinya:
“Yang tidak terkumpul sifat-sifat
shahih dan sifat-sifat hasan”.
Zinuddin Al-Traqy menanggapi bahwa
definisi tersebut kelebihan kalimat yang seharusnnya dihindarkan, menurut dia
cukup :
ما لم
يجمع صفات الحسن
Artinya:
“yang tidak terkumpul sifat-sifat
hadits hasan”
Karena sesuatu yang tidak memenuhi
syarat-syarat hadits hasan sudah barang tentu tidak memenuhi syarat-syarat
hadits shahih.
Para ulama memberikan batasan bagi
hadits dha’if :
الحديث
الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح ولا صفات الحديث
Artinya:
“hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat
hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
pengertian hadits dha’if adalah hadits yang lemah, yakni para ulama masih
memiliki dugaan yang lemah, apakah hadits itu berasal dari Rasulullah atau
bukan. Hadits dha’if itu juga bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits
shahih tetapi juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
B. Pembagian
Hadits Dha’if
Menurut al-Nawawi dan juga mayoritas
ulama ahli hadits, hadits dloif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih
dan hasan[1].
Hadits dhaif dapat diklasifikasikan menjadi dua;
A) Dhaif disebabkan tidak memenuhi
syarat itishol al sanad.
Dhaif jenis ini di bagi lagi menjadi
:
1) Hadits Muallaq
Hadits muallaq menurut bahasa berarti hadits yang
tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu
rawi atau lebih diawal sanad. Contoh: Bukhari berkata, kala Malik, dari
Zuhri,dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لاتقاضلوابين
الأنبياء
Artinya:
“Jangan lah kamu melebihkan sbagian Nabi dan
sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)[2]
Menurut kesimpulan diatas tadi dapat diambil
kesimpulan bahwa hadits dha’if karena gugurnya rawi artinya tidak adanya satu,
dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada
permulaan, pertengahan, maupun diakhir sanad hadits ini terbagi menjadiempat,
yaitu: hadits mursal (melepaskan), hadits muqati’(terputus), hadits mudal (yang
sulit dipahami), dan hadits muallaq (tergantung).
2) Hadits Mursal
Kata “Mursal” secara etimologi diambil dari kata
“irsal” yang berarti “Melepaskan”, adapun pengertian hadits mursal secara
terminology ialah hadits yang dimarfu’kan oleh tabi’in kepada Nabi Saw.
Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan, “bahwasanya Rasulullah Saw
bersabda…..”
Sebagai contoh, seperti hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwqaththa’, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin
Yasar, bahwasnya Rasulullah Saw bersabda:
ان سدة الحر من فيح جهنم
“sesungguhnya cuaca yang sangat panas
itu bagian dari uap neraka Jahannam”
3) Hadits Munqothi'
Hadits munqati menurut bahasa
artinya terputus. Menurut sebagian para ulama hadits, hadits munqati’ ialah
hadits yang dimana didalam sanadnya terdapat seseorang yang tidak disebutkan
namanya oleh rawi, misalnya perkataan seorang rawi, “dari seseorang laki-laki”.
Sedang menurut para ulama lain bahwa hadits muntaqi’ ialah hadits yang dalam
sanadnya terdapat seorang rawi yang gugur (tidak disebutkan) dari rawi-rawi
sebelum sahabat, baik dalam satu atau beberapa tempat, namun rawi yang gugur
itu tetap satu dengan syarat bukan pada permulaan sanad[3].
Contoh hadits ini adalah;
ما رواه عبد الرزاق عن الثورى عن أبى إسحاق
عن زيد بن يثيع عن حذيفه مرفوعا إن وليتموها أبا بكر فقوى أمين
Riwayat yang sebenarnya adalah Abd
Rozak meriwayatkan hadits dari Nukman bin Abi Saybah al-Jundi bukan dari
Syauri. Sedangkan Syauri tidak meriwayatkan hadits dari Abi Ishak, akan tetapi
ia meriwayatkan hadits dari Zaid. Dari riwayat yang sesungguhnya kita dapat
mengetahui bahwa hadits di atas adalah termasuk hadits yang munqotihi’.
4) Hadits Mu'adlol
Hadits mudal menurut bahasa, berarti hadits yang
sulit dipahami. Para ulama member batasan hadits mudal adalah hadits yang gugur
dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya, contohnya:
“telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
للملةك طعامه وكسوته بالمعروف (رواه
مالك)
Artinya:
“Budak itu harus diberi makanan dan
pakayan secara baik”. (HR. Malik)
5) Hadits Mudallas
Yaitu hadits yang diriwayatkan
dengan menghilangkan rawi diatasnya. Tadlis sendiri dibagi menjadi beberapa
macam[4];
Tadlis Isnad
Adalah hadist yang disampaikan oleh
seorang perawi dari orang yang semasa dengannya dan ia betemu sendiri dengan
orang itu namun ia tidak mendengar hadist tersebut langsung darinya[5].
Apabila perawi memberikan penjelasan bahwa ia mendengar langsung hadist
tersebut padahal kenyataannya tidak, maka tidak tidak termasuk mudallas melainkan
suatu kebohongan/ kefasikan.
Tadlis qath’i
Apabila perawi menggugurkan beberapa perawi di
atasnya dengan meringkas menggunakan nama gurunya atau misalnya perawi
mengatakan “ telah berkata kepadaku”, kemudian diam beberapa saat dan
melanjutkan “al-Amasi . . .” umpamanya. Hal seperti itu mengesankan seolah-olah
ia mendengar dari al-Amasi secara langsung padahal sebenarnya tidak. Hadist
seperti itu disebut juga dengan tadlis Hadf (dibuang) atau tadlis sukut (diam
dengan tujuan untuk memotong)[6].
Tadlis ‘Athof (merangkai dengan kata
sambung semisal “Dan”).
Yaitu bila perawi menjelaskan bahwa
ia memperoleh hadist dari gurunya dan menyambungnya dengan guru lain padahal ia
tidak mendengar hadist tersebut dari guru kedua yang disebutnya.
Tadlis Taswiyah
Apabila perawi menggugurkan perawi
di atasnya yang bukan gurunya karena dianggap lemah sehingga hadist tersebut
hanya diriwayatkan oleh orang-orang yang terpercaya saja, agar dapat diterima
sebagai hadist shahih. Tadlis taswiyah merupakan jenis tadlis yang palin buruk
karena mengandung penipuan yang keterlaluan.
Tadlis Syuyukh
Yaitu tadlis yang memberikan sifat
kepada perawi dengan sifat-sifat yang lebih dari kenyataan, atau memberinya
nama dengan kunyah (julukan) yang berbeda dengan yang telah masyhur dengan
maksud menyamarkan masalahnya. Contoh: Seseorang mengatakan: “Orang yang sangat
alim dan teguh pendirian bercerita kepadaku, atau penghafal yang sangat kuat
hafaleannya brkata kepadaku”.
Termasuk dalam golongan tadlis
suyukh adalah tadlis bilad (penyamaran nama tampat). Contoh: Haddatsana fulan
fi andalus (padahal yang dimaksud adalah suatu tempat di pekuburan). Ada
beberapa hal yang mendasari seorang perawi melakukan tadlis suyukh, adakalanya
dikarenakan gurunya lemah hingga perlu diberikan sifat yang belum dikenal,
karena perawi ingin menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak guru atau karena
gurunya lebih muda usianya hingga ia merasa malu meriwayatkan hadist darinya
dan lain sebagainya.
B) Dhaif karena hal lain diluar
ittisal al sanad.
Hadits dhaif yang disebabkan faktor
ini dibagi menjadi[7]:
1) Hadits Maudhu'
Adalah hadits kontroversial yang di
buat seseorang dengan tidak mempunyai dasar sama sekali[8].
Sedangkan menurut Subhi Sholih adalah khabar yang di buat oleh pembohong
kemudian dinisbatkan kepada Nabi.karena disebabkan oleh faktor kepentingan.
Tanda-tanda sebuah hadits itu dapat
dikatakan maudu' dapat dilihat sanadnya yaitu:
· Rawi hadits terkenal sebagi
pembohong.
· Perawi merupakan perawi tunggal.
· Perawi mengaku sendiri bahwa
hadits itu adalah hadits maudu'.
· Mengetahui sikap dan perilaku
perawi.
Sedangkan tanda-tanda dari aspek
matan antara lain:
· Arti hadits itu kontra dengan
hadits yang lain yang lebih tinggi.
· Bertentangn dengan al-Quran,
sunnah mutawatir atau ijmak.
· Tidak sesuai dengan fakta sejarah.
Contohnya adalah hadits tentang
keutamaan bulan rajab yang diriwayatkan Ziyad ibn Maimun dari shabat Anas r.a
قيل يارسول الله لم سمي رجب قال لأنه يترجب
فيه خير كثبر لشعبنا ورمضنا.
Menurut Abu Dawud dan Yazid ibn
Burhan, Ziyad ibn Maimun adalah seorang pembohong dan pembuat hadiits palsu.
2) Hadits Matruk
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang disangka suka berdusta. Contoh hadits ini adalah hadits tentang
qadha' al hajat yang diriwayatkan oleh Ibn Abi Dunya dari Juwaibir ibn Sa'id al
Asdi dari dhohak dari Ibn 'Abbas.
قال النبي عليكم باصطناع المعروف فانه يمنع
مصارع السوء ... الخ
Menurut an Nasa'i dan Daruqutni,
Juwaibir adalah orang yang tidak dianggap haditsnya.
3) Hadits Munkar
Adalah hadits yang tidak diketahui
matannya selain dari rawi itu dan perawi itu tidak memenuhi syarat bias
dikatakan seorang dlobid. Atau dengan pengetian hadits yang rawinya lemah dan
bertentangan dengan riwayat rawi tsiqoh. Munkar sendiri tidak hany sebatas pad
sanad namun juga bis aterdapat pada matan[9].
4) Hadits Majhul
a. Majhul 'aini : hanya diketahui seorang saja tanpa tahu jarh dan
ta'dilnya.
Contohnya hadits yang diriwayatkan
oleh Qutaibah ibn Sa'ad dari Ibn Luhai'ah dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn
Abi Waqas dari Saib ibn Yazid dari ayahnya Yazid ibn Sa'id al Kindi
ان النبي كان اذا دعا فرفع يديه مسح وجهه
بيده. اخرجه ابي داود
Hanyalah Ibn Luhai'ah yang
meriwayatkan hadits dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi Waqas tanpa
diketahui jarh dan ta'dilnya.
b. Majhul hali : diketahui lebih
adari sati orang namun tidak diketahui jarh dan ta'dilnya.contoh hadits ini
adalah haditsnya Qasim ibn Walid dari Yazid ibn Madkur.
ان عليا رضي الله عنه رجم لوطيا. اخرجه
البيهقى
Yazid ibn Madkur dianggap majhul
hali.
5) Hadits Mubham
Yaitu hadits yang tidak menyebutkan
nama dalam rangkaian sanadnya. Contohnya adalah hadits Hujaj ibn Furadhah dari
seseorang (rajul), dari Abi Salamah dari Abi Hurairah.
قال رسو ل الله المؤمن غر كريم والفاجر
خب لئيمز اخرجه ابو داود
6) Hadits Syadz
Hadits syaz adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang rawi yang terpercaya, yang berbeda dalam matan atau
sanadnya dengan riwayat rawi yang relatif lebih terpercaya, serta tidak mungkin
dikompromikan antara keduanya. Contoh: hadits syaz dalam matan adalah hadits
yang diriwayatkan oleh muslim, dari Nubaisyah Al-Hudzali, dia berkata,
Rasulullah bersabda:
ايام
التشريق ايام اكل وشرب
Artinya:
“hari-hari tasyrik adalah hari-hari
makan dan minum”[10]
Jadi, kesimpulan bahwa hadits yang
cacat rawi dan matan atau kedua-duanya digolongkan hadits dha’if yang terbagi
menjadi tujuh, yaitu: hadits maudu’ (palsu), hadits matruk (yang ditinggalkan)
atau hadits matruh (yang dibuang), hadits munkar(yang diingkari), hadits
muallal (terkena illat), hadits mudras (yang dimasuki sisipan), hadits maqlub
(yang diputar balik), dan hadits syaz (yang ganjil).
C.
Status
Kehujahan
Pendapat pertama; hadits dha’if tersebut dapat
diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkaitan dengan masalah halal, haram,
maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada hadits lain yang menerangkannya.
Pendapat ini disampai kan oleh beberapa imam, seperti: Imam Ahmad bin Hambal,
Abu Daud dan sebagainya.
Pendapat yang kedua; dipandang baik mengamalkan
hadits dha’if dalam fadailul amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang
dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.
Pendapat ketiga; hadits dha’if samasekali tidak
dapat diamalkan, baik yang berkaitan dengan fadailul amal maupun halal haram.
Pendapat ini dinisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi[11].
D.
Kitab-Kitab
Yang Memuat Hadits Dha’if
1. Al-Maudu’at, karya
Al-Imam Al-Hafiz Abul Faraj Abdur Rahman bin Al-Jauzi (579 H)
2. Al-Laali Al- Masnuah fi
Al-Hadits Al-Mauduah, Karya Al-Hafiz Jalaludin Al-Suyuti (911 H)
3. Tanzih Al-Syariah
Al-Marfuah An Al-Ahadits Al-Syaniah Al-Mauduah, karya Alhafizh Abu Al-Hasan Ali
bin Muhammad Bun Iraq Al-Kannani (963 H)
4. Al-Manar
Al-Munif fi Shahih wa Al-Dafi, karya Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (751 H)
DAFTAR PUSTAKA
- Anwar Br. Moh, Ilmu Mustalah Hadits, Surabaya: Al-Iklas, 1981.
- As- Shalih. Subtu, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus.1997.
- Alwi Al-Maliki. Muhammad, Ilmu Usul Hadits, Yugyakarta; Pustaka pelajar. 2006.
- Ahmad. Muhammad. M. Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung; CV. Pustaka Setia. 2006.
- Moh. Anwar Br, Ilmu Mustalahul Hadits, (Surabaya: Al-Iklas, 1981), h. 93.
- Muhammad Ahmad. M. Mudzakir, Ulumul Hadits (Bandung, CV. Pustaka Setia. 2000),h. 112.
- Muhammad Alwi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 92,100.
- H. Muhammad Ahmad, dkk. Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka setia,2000),h. 27.
- Muhammad Alawi Al-Maliki, op.cit, h. 141, 139, 112, 121, 126, 114.
- Subhi As-Shalih,Membahas Ilmu-ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1997),h. 186.
- H.M. Ahmad, dkk, Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000),h. 208.
[1] Syarah
Shahih Muslim juz 1 hal 19, lihat juga Ujjaj al-Khotib Ushul al-hadits..337 dan
qowaid al-hadits hal 86).
[2]
H.
Muhammad Ahmad, dkk. Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka setia,2000),h. 27
[3]
Muhammad
Alwi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h.
92,100.
[4]
Al
Mun'im as Salim, Taisir al 'Ulum.., hlm, 50-54
[5]
Umar
Hasyim, , Qowaid al-Ushul.. hlm. 108.
[6]
Ahmad
Muhammad Ali Rowad, Ulum al-Quran Wa Al-Hadist, Amman:Dar al-Basyir 1983 hlm,
205
[7]
Mun'im
as Salim, Taisir al 'Ulum.., hlm, 61-94
[8]
Umar
Hasyim hlm, Qowaid al-Ushul.. hlm, 112
[9]
Al
Mun'im as Salim, Taisir al 'Ulum.., hlm,73-79
[10]
Muhammad
Alawi Al-Maliki, op.cit, h. 141, 139, 112, 121, 126, 114.
[11]
Subhi
As-Shalih,Membahas Ilmu-ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1997),h. 186.
[12]
H.M.
Ahmad, dkk, Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000),h. 208.
No comments:
Post a Comment