BAHASA
3.1 PENGERTIAN BAHASA
Kata bahasa
dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga
seringkali membingungkan. Dalam pendidikan formal di SMA,”Bahasa adalah
alatkomunikasi.”Sedangkan definisi bahasa menurut Sapir, Badudu, dan Keraf,
bahasa itu tidak menonjolkan fungsi, tetapi menonjolkan sosok bahasa. itu
seperti apa yang dikemukakan Kridalaksana dan juga Joko Kentcono, yaitu“Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota
kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan
diri.”
Kriteria dalam
menentukan dua buah tuturan adalah dua bahasa yang berbeda berdasarkan dua
patokan, yaitu patokan linguistik dan patokan politis. Secara linguistik dua
buah tuturan dianggap sebagai dua bahasa yang berbeda apabila anggota dari dua
masyarakat tuturan itu tidak saling mengerti. Tetapi secara politis, dua buah
bahasa yang berbeda berdasarkan asal negaranya.
Oleh karena
itu, karena rumitnya dalam menentukan suatu parole(objek konkret) bahasa atau
bukan, hanya dialek saja dari bahasa lain, maka hingga kini belum pernah ada
angka yang pasti mengenai jumlah bahasa yang ada didunia ini.
3.2 HAKIKAT BAHASA
Ciri atau sifat
bahasa berdasarkan pendapat dari beberapa pakar, yaitu:
3.2.1. Bahasa adalah sebuah sistem.
Sistem berarti
susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau
berfungsi. Sebagai sebuah sistem, bahasa sekaligus bersifat sistematis dan
sistemis.Sistematis, artinya bahasa tersusun berdasarkan suatu pola tertentu,
sedangkan sistemis artinya bahasa bukan merupakan sistem tunggal, tetapi
terdiri dari sub-sistem atau sistem bawahan.
Jenjang
subsistem dalam linguistik, dikenal dengan nama tataran linguistik atau bahasa.
Jika diurutkan dari tataran terendah sampai tertinggi, yang menyangkut ketiga
subsistem struktural yaitu tataran fonem, morfem, frase, klausa, kalimat, dan
wacana.
Dalam morfologi
kata menjadi satuan terbesar dan dikaji struktur dan proses kajiannya, sedangkan
sintaksis kata menjadi satuan terkecil dan dikaji sebagai unsur pembentuk
sintaksis yang lebih besar.
3.2.2. Bahasa sebagai lambang.
Kata lambang
sering dipadankan dengan simbol dengan pengertian yang sama. Lambang termsuk
dalam bidang kajian ilmu semiotika/semiologi ditokohi oleh Charles Sanders
Peirce dari AS dan Ferdinand de Saussure dari Eropa yaitu ilmu yang mempelajari
tanda-tanda dalam kehidupan manusia.
Perbedaan yang
mendasar mengenai tanda dengan lambang, istilah tanda dalam bidang semiotika adalah
sesuatu yang dapat mewakili ide, pikiran, benda, perasan, dan tindakan secara
langsung atau alamiah. Misal, apabila kit melihat rumput dihalaman basah
berarti menjadi tanda telah turun hujan.
Sedangkan
lmbang atau simbol menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara
alamiah dan konvensional. Misal, bendera kuning dijadikan tanda akan adanya
kematian.
Tanda-tanda lain yang dijadikan objek dalam kajian semiotika yaitu
:
a. Gerak isyarat (gesture) yaitu gerak anggota badan tanpa bersifat
imperatif.
b. Gejala (symptom) yaitu suatu tanda yang tidak disengaja.
c. Ikon yaitu tanda yang paling mudah dipahami karena mirip dengan
sesuatu yang diwakili.
d. Indeks yaitu tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain.
e. Kode yaitu gerak isyarat yang dapat mewakili pikiran, perasaan,
ide, benda, yang disepakati dengan maksud tertentu.
3.2.3. Bahasa Adalah Bunyi.
Yang dimaksud
dengan bunyi bahasa atau bunyi ujaran adalah satuan bunyi yang diucapkan oleh
alat ucap manusia. Dalam linguistik yang disebut bahasa primer adalah yang
diucapkan, yang dilisankan, yang keluar dari alat ucap manusia. Bahasa yang
dilisankan inilah yang menjadi objek linguistik.
3.2.4. Bahasa Itu Bermakna.
Lambang-lambang
itu mengacu pada sesuatu konsep, ide, atau pikiran maka dapat dikatakan bahwa
bahasa mempunyai makna dan berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem,
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
3.2.5. Bahasa Itu Arbitrer.
Kata arbitrer
bisa diartikan sewenang-wenang, berbah-ubah, tidak tetap. Sedangkan yang dimaksud
dengan istilah arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang
bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud
oleh lambang tersebut.
Ferdinand de
Saussure dalam dikotominya membedakan apa yang disebut signifiant dan signifie.
Signifiant adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie adalah konsep yang
dikandung oleh signifiant.
Dalam
peristilahan Indonesia digunakan istilah penanda untuk signifiant dan istilah
petanda untuk konsep yang dikandungnya. Hubungan antara signifiant (penanda)
dengan signifie (petanda) itulah yang bersifat arbitrer atau tidak ada hubungan
wajib antara keduanya. Kearbitreran bahasa terlatak pada hubungan antara
lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya. Onomatope (kata yang
berasal dari tiruan bunyi) ini lambangnya memberi saran dan petunjuk bagi
konsep yang dilambangkan, jadi dapat dikatakan konsep yang dilambangkannya
tidak bersifat arbitrer.
3.2.6. Bahasa Itu Konvensional.
Penggunaan
lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional, artinya
semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertent
digunakan untuk mewakili konsep yang mewakilinya. Kekonvensionalan bahasa
terletak pada kepatuhan para penutur bahasa untuk menggunakan lambang yang
sesuai dengan konsep yang dilambangkannya.
3.2.7. Bahasa Itu Produktif.
Bahasa
dikatakan produktif, apabila unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan
unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu mampu dibuat satuan bahasa yang
jumlahnya tidak terbatas, meski sesuai dengan sistem yang berlaku. Keproduktifan
bahasa memang ada batasnya. Dalam hal
ini dapat dibedakan adanya dua macam keterbatasan, yaitu keterbatasan pada
tingkat parole dan langue.
Keterbatasan
pada tingkat parole adalah ketidaklaziman bentuk yang digunakan. Misalnya, bentuk
memperbaiki dan bentuk memperbetuli tidak diterima karena tidak lazim.
Sedangkan pada tingkat langue keproduktifan dibatasi oleh sistem yang berlaku.
Misal, bentuk memberlakukan dan pemertahanan adalah bentuk baru yang berterima
yang tidak menyalahi kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia.
3.2.8. Bahasa Itu Unik.
Bahasa
dikatakan bersifat unik berarti setiap bahasa mempunyai ciri khas yang spesifik
yang tidak dimiliki bahasa lain. Ciri khas ini menyangkut sistem bunyi, sistem
pembentukan kata, kalimat atau sistem lainnya. Saah satu keunikan bahasa
Indonesia yaitu tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis,
maksudnya makna kata tetap yang berubah makna keseluruhan kalimat. Misalnya,
Dia menangkap ayam, tekanan dibrikan pada dia, makna kalimat itu adalah bahwa
yang melakukan tindakan menangkap ayam adalah dia, tindakan yang dilakukan
menangkap, dan yang ditangkap adalah ayam.
3.2.9. Bahasa Itu Universal.
Bahasa itu
bersifat universal, artinya ada ciri-ciri yang sama dimiliki oleh setiap bahasa
yang ada didunia ini. Bukti lain dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap
bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna.Misalnya: mempunyai 6 buah
vokal dan 22 buah konsonan, sedangkan bahasa Arab mempunyai 3 buah vokal pendek
dan 3 buah vokal panjang serta 28 buah konsonan.
3.2.10. Bahasa Itu Dinamis.
Bahasa adalah
satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan
gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya
dan bermasyarakat. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia, sedangkan
dalam kehidupannya didalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu
berubah, sehingga bahasa manjadi ikut berubah, tidak tetap, dan menjadi statis
sehingga bahasa itu di sebut dinamis.
Perubahan
bahasa bisa terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis,
sematik, maupun leksikon. Dalam bidang fonologi, misalnya, Bahasa Indonesia
dulu belum mengenal fonem f, kh, sy.
3.2.11. Bahasa Itu Bervariasi.
Setiap bahasa
digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa.
Misalnya anggota masyarakat bahasa terdiri dari berbagai orang yang berstatus
sosial dan berbagai latar budaya yang tidak sama, sehingga bahasa yang
digunakan menjadi bervariasi atau beragam.
Mengenai
variasi bahasa ini ada 3 istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek, dialek,
dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan.
Misal karangan Sutan Takdir Alisyahbana.
Dialek adalah
variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok orangmasyarakat pada suatu waktu
atau tempat. Misal bahasa Jawa dialek Sunda.
Ragam bahasa
adalah variasi bahasa yang digunakan dala situasi, keadaan,atau untuk keperluan
tertentu.Misal ragam bahasa bertelegram.
3.2.12. Bahasa Itu Manusiawi.
Alat komuniksi
manusia yang namanya bahasa bersifat manusiawi, dalam arti milik manusia dan
hanya digunakan oleh manusia.Sedangkan alat komunikasi binatang bersifat
terbatas, hanya digunakan untuk hidup kebinatangngannya saja.
Demikianlah
dari 3.2.1-3.2.12 telah dibicarakan ciri bahasa yang dapat dianggap sebagai
sifat hakiki bahasa.
3. 3 BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA.
Objek kajian
linguistik mikro memiliki struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri,
sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
luar biasa.
Hubungan bahasa dengan masyarakat adalah:
3.3.1 Masyarakat Bahasa.
Masyarakat
bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Karena
titik berat pengertian masyarakat bahasa pada merasa menggunakan bahasa yang
sama, maka konsep masyarakatnya menjadi lebih luas dan sempit sehingga patokan
linguistik umum menjadi lebih longgar. Misal secara linguistik bahasa Indonesia
dan Malaysia adalah bahasa yang sama, keduanya dapat mengerti dengan bahasa
masing-masing.
3.3.2 Variasi Dan Status Sosial Bahasa.
Pada penjelasan
diatas telah dijelaskan bahwa bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat
penutur bahasa sangat beragam, dan bahasa yang digunakan juga beragam.
Dalam beberapa
masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan yang membedakan adanya dua macam
variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaiannya.
1. Variasi bahasa tinggi(T) yang digunakan dalam situasi resmi,
misal pidato kenegaraan.
2. Variasi bahasa rendah (R) digunakan dalam situasi tidak formal,
misal catatan untuk diri sendiri.
3.3.3 Penggunaan Bahasa.
Hymes seorang
pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan
bahasa harus memperhatikan 8 unsur yang harus diakronimkan menjadi SPEAKING,
yakni:
1. Setting and scene, yaitu unsur yang berhubungan dengan tempat
dan waktu terjadinya percakapan.
2. Participants, yaitu orang yang terlibat dalam percakapan.
3. Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan.
4. Act Sequences, yaitu menunjuk pada isi percakapan.
5. Key, yaitu cara atau semangat dalam percakapan.
6. Instrumentalities, yaitu jalur percakapan apakah lisan atau
tulisan.
7. Norms, yaitu norma perilaku peserta percakapan
8. Genres, yaitu kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
3.3.4 Kontak Bahasa.
Indonesia
adalah negara yang multilingual. Dalam masyarakat multilingual yang mobilitasnya
tinggi cenderung menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya maupun
sebagian.
Bloomfield
mengartikan bilingual sebagai penguasaan yang sama baiknya terhadap dua bahasa,
sedangkan Uriel Weinrich mengartikan sebagai pemakaian dua bahasa oleh 2 orang
secara bergantian. Menurut Einar Haugen mengartikan sebagai kemampuan seseorang
untuk menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain, bukan
bahasa ibunya.
Dalam masyarakat bilingual dan multilingual sebagai akibat adanya
kontak bahasa dan budaya dapat terjadi peristiwa:
Ø Interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain kedalam
bahasa yang digunakan.Contoh dalam tataran fonologi:kata Bogor dibacambogor.
Ø Integrasi yaitu unsur bahasa yang terbawa masuk, sudah dipakai
sebagai bagian dari bahasa yang menerimanyasesuai dengan ejaan maupun tata bentuknya.
Ø Alihkode merupaka beralihnya panggunaan suatu kode kedalam kode lain
yang terjadi karena adanya sebab.
Ø Campurkode(code-mixing) yaitu dua kode atau lebih digunakan bersama
tanpa alasan dan disadari oleh si pembicara.
3.3. Bahasa dan Budaya.
Dalam sejarah
linguistik ada hipotesis terkenal mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan, yang
dikeluarkan oleh dua pakar, Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf menyatakan
bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan, cara berfikir dan bertindak anggota
masyarakat penuturnya. Misalnya jadwal acara yang sudah disusun tidak tepat
waktu sehingga di Indonesia ada ungkapan jam karet.
Hipotesis Sapor
Whorf ini tidak banyak dibicarakan orang, yang banyak diikuti adalah kebalikan
dari hipotesis Sapor-Whorf, yaitu kebudayaanlah yang mempengaruhi bahasa.
3.4 KLASIFIKASI BAHASA
Klasifikasi
dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada tiap bahasa. Kriteria yang
digunakan untuk membuat klasifikasi, menurut Greenberg suatu klasifikasi harus
memenuhi persyaratan nonarbitrer (tidak boleh semaunya), ekshautik (klasifikasi
yang dilakukan tidak bersisa), dan unik (apabila suatu bahasa telah masuk pada
uatu kelompok tidak boleh masuk ke kelompok lainnya).
Pendekatan terpenting yang digunakan untukmembuat klasifikasi:
3.4.1 Pendekatan genetis yang hanya melihat garis keturunan.
Hasilnya
disebut klasifikasi genetis/geneologis, artinya suatu bahasa diturunkan dari
bahasa yang lebih tua.
Klasifikasi
genetis ini, karena hanya menggunakan satu kriteria, yaitu garis keturunan atau
dasar sejarah perkembangan yang sama, maka sifatnya menjadi nonarbitrer.
Klasifikasi
genetis ini menunjukkan adanya perkembangan bahasa didunia yang bersifat
divergensif, yaitu memecah dan menyebar menjadi banyak.
3.4.2.Pendekatan tipologis,menggunakan kesamaan tipologis.
Klasifikasi ini
dapat dilakukan pada semua tataran bahasa, maka hasil klasifikasinya
bermacam-macam, ada yang bersifat arbitrer karena tidak terikat oleh tipe
tertentu.
Klasifikasi
pada tataran morfologi yang telah dilakukan pada abad ke XIXsecara garis garis
besar dibagi 3 kelompok :
Ø Kelompok pertama, yang semata-mata menggunakanbentuk bahasa
sebagaidasar klasifikasi.
Ø Kelompok kedua, yang menggunakan akar kata sebagai dasar
klasifikasi.
Ø Kelompok ketiga, adalah menggunakan bentuk sintaksis sebagai
dasarklasifikasi.
3.4.3 Pendekatan areal menggunakan pengaruh timbal balik antara
suatu bahasa dengan bahasa lain untuk membuat klasifikasi.
Klasifikasi ini
bersifat arbitrer kareana memberiakn timbal balik dalam hal tertentu yang
terbatas. Klasifikasi ini pun bersifat nonekshaustik, sebab masih banyak bahasa
didunia yang bersifat tertutup. Selain itu pula klasifikasi ini pun bersifat
nonunik, sebab ada kemungkinan sebuah bahasa masuk dalam kelompok tertentu dan
dapat pula masuk kdalam kelompok lainnya.
3.4.4 Pendekatan sosiolinguistik membuat klasifikasi berdasarkan
hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat.
Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau kriteria,
yaitu:
1.Historisitas berkenaan dengan sejarah perkemmbangan bahasa.
2.Standarisasi berkenaan denganstatusnya sebagai bahasa baku maupun
tidak baku , formal maupun tidak formal.
3.Vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa mempunyai penutur yang menggunakannya
dalam kegiatan sehari-hari secara aktif.
4. Homogenitas berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa
dari bahasa itu diturunkan.
3.5 BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA.
Berkenaan
dengan bahasa adalah juga menjadi objek linguistik, maka bagi linguistik bahasa
lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis adalah bahasa sekunder. Meskipun
dikatakan bahasa lisan adalah primer dan bahasa tulis adlah sekunder, tetapi
peranan dan fungsi bahasa tulis didalam kehidupan modern sangat besar sekali.
Bahasa tulis
bisa dibuat orang dengan dasar pertimbangan dan pemikiran serta peluang
terjadinya kesalhan sangat besar., sedangkan dalam bahasa lisan setiap kesalahan
bisa segera diperbaiki, lagi pula bahasa lisan sering dibantu oleh intonasi, tekanan,
mimik, dan gerak-gerik si pembicara.
Dalam pembicaraan mengenai bahasa tulis dan tulisan kita menemukan
istilahistilah:
Ø
Huruf
istilah umum untuk grafem dan gaf.
Ø
Abjad
atau alfabet adalah urutan huruf-huruf dalam suatu sistem aksara. Misal aksara
A sampai Z.
Ø
Aksara
adalah keseluruhan sistem tulisan, Misalnya aksara arab.
Ø
Graf
adalah satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya
Ø
Grafem
adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata, atau morfem
tergantung sistem aksara yang ditentukan.
Ø
Alograf
adalah varian dari grafem.
Ø
Grafiti
adalah corat-coret dinding, tembok, dan pagar.
Ø
Kaligrafi adalah seni menulis indah.
Jenis aksara,
yaitu:Aksara piktograf, ideografis, silabis, dan fonemis. Ejaan yang ideal
adalah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf atau tiap
huruf melambangkan satu fonem.
No comments:
Post a Comment