Morfologi
dan sintaksis adalah bidang tataran iinguistik yang secara tradisional disebut
tata bahasa atau grarnatika. Morfosintaksis merupakan gabungan dari morfologi
dan sintaksis. Morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan
sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau
unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran.
1.
Struktur Sintaksis
Secara
umum struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P),
objek (O), dan keterangan (K). Susunan fungsi sintaksis tidak selalu berurutan
S, P, O dan K. Keempat fungsi ini tidak harus ada dalam setiap struktur
sintaksis.Namun banyak pakar yang menyatakan bahwa suatu struktur sintaksis
minimal harus memiliki fungsi Subyek dan fungsi Predikat.
Mengenai
harus munculnya sebuah Objek pada kalimat yang Prediatnya bebera verba
transitif, ternyata dalam bahasa Indonesia ada sejumlah verba transitif yang
Obyeknya tidak perlu ada, yaitu verba yang secara simatik menyatakan
”kebiasaan” atau verba itu mengenai orang pertama tunggal atau orang banyak
secara umum.
Adapula
pendapat lain yang menyatakan bahwa hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis
tergantung pada konteksnya. Umpamanya dalam kalimat jawaban, kalimat perintah,
dan kalimat seruan. Maka yang muncul hanyalah fungsi yang menyatakan jawaban,
perintah, atau seruan itu. Para ahli tata bahasa tradisional berpendapat bahwa
fungsi Subyek harus diisi oleh kategori nomina, fungsi Predikat oleh kategori
verba, fungsi Obyek oleh kategori nomina., dan fungsi Keterangan oleh kategori
adverbia. Akibat dari pandangan ini maka kalimat ”dia guru” adalah salah yang
seharusnya kalimat itu diberi kata adalah atau menjadi.
Eksistensi
struktur sintaksis terkecil di topang oleh urutan kata, bentuk kata yang
intonasi. Urutan kata ialah letak atau posisi kata yang satu dengan yang lain
dalam suatu konstruksi sintaksis. Konstruksi tiga jam memiliki makna berbeda
dengan konstruksi tiga jam. Bentuk kata umpamanya kalau kata melirik pada
kalimat nenek melirik kakek di ganti dengan dilrik, maka makna kata tersebut
menjadi beruah. Alat sintaksis ketiga yang dalam bahasa di tulis tidak dapat
digambarkan secara akurat dan teliti yang akibatnya seringkali menimbulkan
kesalahpahaman adalah intonasi. Perbedaan modus kalimat bahasa Indonesia
tampaknya lebih ditentukan oleh intonasinya daripada komponen segmentalnya.
batas antara subjek dan predikat dalam bahasa Indonesia biasanya ditandai
dengan intonasi berupa pada naik dan tekanan. Kelompok kata atau frase dalam
bahasa Indonesia batasnya juga sering ditandai dengan tekanan pada kata
terakhir.
Alat
sintaksis yang keempat adalah konektor yang biasanya berupa sebuah morfem atau
gabungan morfem yang secara kuantitas merupakan kelas yang tertutup. Dilihat
dari sifat hubungannya konektor ada dua macam yaitu konektor koordinatif dan
konektor subordinatif.
2.
Kata Sebagai Satuan Sintaksis
Dalam
tataran morfologi kita merupakan satuan terbesarm tetapi dalam tataran
sintaksis kata merupakan satuan terkecil. Yang secara hierarkiral menjadi
komponen pembentuk frase. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis ada dua macam,
yaitu kata penuh (fullword) dan kata tugas (function word).
Yang
merupakan kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba,
ajektiva, adverbia, dan numeralia. Sedangkan yang termasuk kata tugas adalah
kata-kata berkategori dan konjungsi.
3. Frase
3.1. Pengertian
Frase
Frase
lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi
satah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Frase
tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal
bedanya dengan kata majemuk yaitu kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki
makna baru atau memiliki satu makna.
3.2. Jenis
Frase
3.2.1. Frase
Eksostentrik
Frase
eksosentrik adalah frase yang komponen komponennya tidak mempunyai perilaku
sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, frase di pasar, yang
terdiri dari komponen di dan komponen pasar. Frase eksosentirk biasanya
dibedakan atas frase eksosentrik yang direktif dan frase eksosentrik yang
nondirektif.
Frase
eksosentrik yang direktif komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke
dan dari, dan komoponen keadaanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya
berkategori nomina. Frase eksostentrik yang nondirektif komponen pertamanya
berupa artikulus, saperti si dan sang atau kata lain seperti y ang para dan
kaum, sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata
berkategorinomina, ajetifa, atau verba.
3.2.2. Frase
Endosentrik
Frase
endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki
perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, sedang komponen
keduanya yaitu membaca dapat menggantikan kedudukan frase tersebut.
3.2.3. Frase
Koordinatif
Frase
koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen
atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh
kunjungsi koordinatif.
3.2.4. Frase
Apositif
Frase
apositif adalah frase koordinatif yang kedua k komponenanya saling merujuk
sesamanya, dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
3.3. Perluasan
Frase
Salah
satu ciri prase adalah bahwa frase itu dapat diperluas, maskudnya frase itu
dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang
ditampilkan. Dalam bahasa Indonesia, perluasan frase sangat produktif. Pertama,
karena untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat
khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Faktor kedua adalah bahwa
pengungkapan konsep kata, modalitas aspek, jenis, jumlah ingkar, dan pembatas
tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa perfiks, melainkan
dinyatakan dengan unsur leksikal. Faktor lain adalah keperluan untuk memberi
deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep terutama untuk konsep nomina
biasanya digunakan konjungsi.
4. Klausa
Klausa
merupakan tataran dalam sintaksis yang berada diatas tataran frase dan dibawah
tataran kalimat.
4.1. Pengertian
Klausa
Klausa
adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif.
Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang
berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai
objek, dan sebagai keterangan.
Sebuah
konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final
atau intonasi kalimat. Jadi, konstruksi nenek mandi baru dapat disebut kalimat
kalau kepadanya diberi intonasi final kalau belum maka masih berstatus klausa.
Tempat klausa adalah di dalam kalimat.
4.2. Jenis
Klausa
Berdasarkan
strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa
bebas dalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya
mempunyai subyek dan predikat, dan karena itu mempunyai potensi untuk menjadi
kalimat mayor.
Klausa
terikat memiliki struktur yang tidak lengkap. Berdasarkan kategori unsur
segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan adanya klausa verbal, klausa
nominal, klausa ajektival, klausa adverbial dan klausa preposisional. Dengan
adanya berbagai tipe verba, maka dikenal adanya klausa transitif, klausa
intransitif, klausa refleksif dan klausa resprokal.
Kluasa
ajektival adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektiva, baik berupa kata
maupun frase. Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berupa adverbial.
Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frase berkategori.
Klausa
numeral adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numerila. Klausa
berupasat adalah klausa yang subjeknya terikat didalam predikatnya, meskipun di
tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.
5. Kalimat
5.1. Pengertian
Kalimat
Kalimat
adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Dalam
kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan
klausa) kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang
biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta
disertai dengan intonasi final. Intonasi final yang ada yang memberi ciri
kalimat ada tiga buah, yaitu intonasi deklaratif, intonasi interogratif (?) dan
intonasi seru (!)
5.2. Jenis Kalimat
Jenis
kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai, kriteria atau sudut pandang.
5.2.1. Kalimat
inti dan Kalimat Non Inti
Kalimat
inti atau disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti
yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmarif. Kalimat
inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan berbagai proses transformasi,
seperti transformasi pemasifan, transformasi pengingkaran, transformasi
penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi penginversian, trartsformasi
pelesapan, dan transformasi penambahan. Di dalam praktek berbahasa, lebih
banyak digunakan kalimat non inti daripada kalimat inti.
5.2.2. Kalimat
Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalau
klausanya hanya satu, maka kalimat tersebut disebut kalimat tunggal. Kalau
klausa di dalam kalimat terdapat lebih dari satu, maka kalimat itu disebut
kalimat majemuk. Berdasarkan sifat hubungan klausa di dalam kalimat, dibedakan
adanya kalimat majemuk koordinatif (konjungsi koordinatif seperti dan, atau,
tetapi, lalu) kalimat majeuk subordinatif (kalau, ketika, meskipun, karena) dan
kalimat majemuk kompleks ( terdiri dari tiga klausa atau lebih, baik
dihubungkan secara koordinatif maupun subrodinatif atau disebut kalimat majemuk
campuran./
5.2.3. Kalimat
Mayor dan Kalimat Minor
Kalau
klausa lengkap sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat, maka
kalimat itu disebut kalimat mayor. Kalau klausanya tidak lengkap, entah terdiri
subjek saja, predikat saja, ataukah keterangan saja, maka kalimat tersebut
disebut kalimat minor.
5.2.4. Kalimat
Verbal dan Kalimat Non-Verbal
Kalimat
verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang
predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verba. Sedangkan kalimat
nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan frase atau frase verbal, bisa
nomina, ajektiva, adverbial, atau juga numeralia. Berkenaan dengan banyaknya
jenis atau tipe verba, maka biasanya dibedakan pula adanya kalimat transitif,
kalimat intransitif, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat dinamis, kalimat
statis, kalimat refleksif, kalimat resiprokal dan kalimat ekuatif.
5.2.5. Kalimat
Bebas dan Kalimat Terikat
Kalimat
bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau
dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks
lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak
dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf
atau wawancara tanpa bantuan konteks.
5.3. Intonasi
Kalimat
Dalam
bahasa Indonesia intonasi tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi,
melainkan hanya berlaku pada tataran sintaksis. Intonasi merupakan ciri utama
yang membedakan kalimat dari sebuah klausa. Ciri-ciri intonasi berupa tekanan
tempo dan nada.
5.4. Modus,
Aspek, Kala, Modalitas, Fokus dan Diatesis
5.4.1. Modus
Modus
adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut
tafsiran si pembaca tentang apa yang diucapkannya. Ada beberapa macam modus
antara lain modus indikatif atau modus deklaratif, modus optatif, modus
imperatif, modus interogratif, modus obligatif, modus desideratif, dan modus
kondisional.
5.4.2. Apsek
Aspek
adalah cara unatuk memandang pembentukan waktu secara internal didalam suatu
situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Berbagai macam aspek antara lain :
aspek kuntinuatif, aspek inseptif, aspek progresif, aspek repetitif, aspek
perfektif, aspek imperfektif, dan aspek sesatif.
5.4.3. Kala
Kala
atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya
perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam
predikat.
5.4.4.
Modalitas
Modalitas
adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal
yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan dan peristiwa atau juga
sikap terhadap lawan bicara.
5.4.5. Fokus
Fokus
adalah unsur yang menonjol bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau
pembaca tertuju pada bagian itu.
Fokus
kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama yang memberi tekanan pada
kalimat yang difokuskan. Kedua dengaa mengedepankan bagian kalimat yang
difokuskan. Ketiga, dengan cara memakai partikul pun, yang, tentang dan adalah
pada bagian kalimat yang difokuskan. Keempat dengan mengontraskan dua bagian
kalimat dan yang kelima dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis
beranteseden.
5.4.6. Diatesis
Diatesis
adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan
perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Beberapa macam diatesis antara
lain diatesis aktif, diatesis pasif, diatesis refleksif, diatesis resiprokal,
dan diatesis kausatif.
6. Wacana
Kalimat
atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih
besar yang disebut wacana.
6.1. Pengertian
Wacana
Wacana
adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Persyaratan gramatikal dalam wacana akan
terpenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekhohesian maka akan
terciptalah erensian.
6.2. Alat
Wacana
Alat-alat
gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif
antara lain : konjungsi, kedua menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini,
dan itu sebagai rujukan anaforis, ketiga menggunakan elipsis.
Selain
dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga
dibuat dengan bantuan pelbagai aspek semantik.
6.3. Jenis
Wacana
Berbagai
jenis wacana sesuai dengan sudut pandang dari mana wacana itu dilihat.
Pertama-tama di lihat adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan
sarannya, yaitu bahasa lisan dan bahasa. Dilihat dari penggunaan bahasanya ada
wacana prosa dan wacana puisi.
6.4. Subsatuan
Wacana
Wacana
adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap, maksudnya adalah wacana ini satuan
”ide” atau ”pesan” yang disampaikan akan dapat dipahami pendengar atau pembaca
tanpa keraguan, atau tanpa merasa adanya kekurangan informasi dari ide atau
pesan yang tertuang dalam wacana itu.
7. Catatan
Mengenai Hierarki Satuan
Fonem
membentuk morfem, lalu morfem akan membentuk kata, kemudian kata akan membentuk
frase, selanjutnya frase akan membentuk klausa, sesudah itu klausa akan
membentuk kalimat, dan akhirnya kalimat akan membentuk wacana.
Kiranya
urutan hieraki itu adalah urutan normal teoritis disamping urutan normal itu
bisa dicatat adanya kasus pelompatan tingkat, pelapisan tingkat, dan penurunan
tingkat.
No comments:
Post a Comment